MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
“WAWASAN NUSANTARA”
Disusun
Oleh:
Nama : Agus Santoso
NPM : 10415306
Jurusan : Teknik Elektro
Kelas : 2IB04
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara keanekaragaman (pendapat,
kepercayaan, hubungan, dsb) memerlukan suatu perekat agar bangsa yang
bersangkutan dapat bersatu guna memelihara keutuhan negaranya.
Suatu bangsa dalam menyelenggarakan kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya, yang didasarkan atas hubungan timbal balik atau kait-mengait antara filosofi bangsa, ideologi, aspirasi, dan cita-cita yang dihadapkan pada kondisi sosial masyarakat, budaya dan tradisi, keadaan alam dan wilayah serta pengalaman sejarah.
Upaya pemerintah dan rakyat menyelenggarakan kehidupannya, memerlukan suatu konsepsi yang berupa Wawasan Nasional yang dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati diri.
Suatu bangsa dalam menyelenggarakan kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya, yang didasarkan atas hubungan timbal balik atau kait-mengait antara filosofi bangsa, ideologi, aspirasi, dan cita-cita yang dihadapkan pada kondisi sosial masyarakat, budaya dan tradisi, keadaan alam dan wilayah serta pengalaman sejarah.
Upaya pemerintah dan rakyat menyelenggarakan kehidupannya, memerlukan suatu konsepsi yang berupa Wawasan Nasional yang dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati diri.
Kata wawasan berasal dari bahasa Jawa
yaitu wawas (mawas) yang artinya melihat atau memandang, jadi kata wawasan
dapat diartikan cara pandang atau cara melihat.
Kehidupan negara senantiasa dipengaruhi perkembangan lingkungan strategik sehingga wawasan harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan dalam mengejar kejayaannya.
Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan ada tiga faktor penentu utama yang harus diperhatikan oleh suatu bangsa :
1. Bumi/ruang dimana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad dan semangat manusia/rakyat
3. Lingkungan
Kehidupan negara senantiasa dipengaruhi perkembangan lingkungan strategik sehingga wawasan harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan dalam mengejar kejayaannya.
Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan ada tiga faktor penentu utama yang harus diperhatikan oleh suatu bangsa :
1. Bumi/ruang dimana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad dan semangat manusia/rakyat
3. Lingkungan
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa itu wawasan nasional.
2.
Apa yang dimaksud teori-teori paham kekuasaan;
3.
Apa yang dimaksud teori-teori geopolitik;
1.3
TUJUAN
1.
Mengetahui pengertian wawasan nasional;
2.
Menjelaskan teori-teori paham kekuasaan;
3.
Menguraikan teori-teori geopolitik;
1.4
MANFAAT
1.
Pembaca mampu mengerti tentang pengertian wawasan nasional.
2.
Pembaca menjadi tau apa saja teori-teori paham kekuasaan.
3.
Pembaca menjadi tahu tentang teori-teori geopolitik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Wawasan Nasional
Kebenaran tertinggi hanyalah yang berasal dari Causa Prima, yakni kebenaran
yang berasal dari Tuhan. Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang
sempurna dan sekaligus terbatas. Selain itu Tuhan menciptakan manusia dengan
kemampuan yang berbeda-beda. Dengan perbedaan kemampuan dan lingkunganya telah
membuat cara pandang yang berbeda-beda pula. Keberagaman dalam suatu Negara
sangat membutuhkan perekat. Perekat itu adalah berupa wawasan nasional.
Adapun wawasan nasional itu sendiri merupakan cara pandang suatu bangsa tentang
diri dan lingkungannya dalam ekstensinya berhadapan dengan lingkungan nasional,
regional serta global. Adapun unsure-unsur yang terkandung dalam wawasan
nasional suatu Negara adalah terletak pada paham kekuasaan dan geopolitiknya.
Paham kekuasaan dapat diterjemahkan sebagai pemikiran mengenai sejauh mana
konsep operasional dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan, sedangkan
geopolitik adalah geografi politik suatu Negara mengenai potensi yang dimiliki
oleh suatu bangsa atas dasar jati dirinya dan kemampuan ketahanan nasionalnya.
Sementara untuk wawasan nasional bangsa Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
Pada masa sekarang dengan tingkat teknologi yang semakin berkembang bahkan bisa
dibilang canggih, setiap orang yang memanfaatkan teknologi dapat dengan cepat
memperluas cakrawala pengetahuan demi menambah wawasanya tentang hampir setiap
hal yang ingin diketahuinya.
Semakin hari segala yang ada, semakin menipiskan ozon, dan akan menimbulkan akibat
yang akan merugikan. Jarak sepertinya tidak lagi menjadi halangan untuk
berkomunikasi, dulu yang berjalan kaki atau naik pedati kini berganti dengan
naik jet pribadi, dulu mendengar siaran radio kini internet, dulu sibuk
mengantri di loket untuk membeli tiket kini cukup pesan di penjualan online,
yang bisa di pesan lewat internet atau gadget yang kita punyai, dulu udara
sejuk kini menghangat.
Fenomena itu akan dirasakan terus sampai saat ini, setiap perkembangan yang
pada dasarnya berasal dari Negara maju kini dapat dinikmati oleh generasi
muda-tua bahkan anak-anak, namun hal yang perlu dicermati dalam bidang ini
adalah bangsa ini tetap tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sekalipun ada berita yang menyampaikan
prestasi generasi muda terkhusus di bidang olimpiade apapun dalam tingkatan
internasional tidak kalah dari Negara lainnya, namun hal ini tak kunjung pula
mengejar ketertinggalan kita di bidang iptek.
Akselerasi positif yang dinanti dari perkembangan iptek, belum menuai hasil
maksimal akan kemanfaatannya, untuk bertamasya ke bulan saja ilmuan Indonesia
belum sanggup, sementara Negara maju terus dinikmati, bangsa Indonesia saat ini
mungkin hanya bisa mendengar dan menyaksikan lewat televise, dalam tataran
praktis, mungkin menunggu diterbitkanya buku-buku pengetahuan tentang kemajuan
iptek tersebut, sementara bangsa ini masih sibuk belajar membaca bahkan belum
selesai, Negara lain telah pula berencana mengorbitkan buku terbarunya ke Negara-negara
tertinggal atau biasa disebut dengan Negara berkembang.entah sampai kapan
Negara ini terus menghitung kecepatan yang dapat ditempuh untuk mengejar
ketertinggalannya, atau mungkinkah dijadikan pekerjaan rumah bagi generasi muda
Indonesia saat ini.
Akreditasi terhadap nilai perguruan tinggi yang diharapkan menjadi tumpuan masa
depan bangsa dan Negara ini terkadang belum atau bahkan tidak disertai dengan
dasar yang kokoh sebagai prasyarat penerbit “generasi penerus bangsa”, tawuran
antar mahasiswa antar kampus masih banyak terjadi dan menjadi sorotan
tiap tahunnya, mirisnya lagi hampir tiap negarawan “kawakan” mampu dengan
mudahnya mengatakan Negara ini perlu generasi muda yang berwawasan luas untuk
meneruskan dan melestariakan hasil perjuangan para pendiri bangsa dengan
meningkatkan ilmu dan pengetahuan dan teknologi.
Senyatanya
rasa cinta tanah air kian hari kian terkikis, hasil budaya satu per satu kian
hilang “dipinjam” oleh Negara tetangga, pulau pulau yang sangat indah pun tak
luput, warga Negara yang merantau teraniaya dan dengan susahnya mencari tempat
berlindung, jatuhnya pesawat militer ataupun sipil yang memakan korban nyawa
baik prajurit atau korban sipil ini hanyalah beberapa indikasi yang
mensyaratkan bahwa bangsa ini mulai hilang rasa percaya diri akan karakter dan
martabat bangsanya.
Dalam
permainan pencaturan politik ada yang mulai aneh di negeri ini dan mulai
dibiasakan atau secara halus dapat dikatakan sudah menjadi kebiasaan dikalangan
elit politik, setiap partai politik dalam masa muda pada waktu lalu bahkan
sampai saat ini dan entah kedepan, pengetahuan “matematika” dianggap sebagian
besar kalangan terpelajar sebagai satu momok yang sebisanya dihindari bahkan
dengan harapan dihilangkan saja pelajaran tentangnya, namun pemilu menjadi
sorotan atau liputan yang sangat diperhitungkan yang menarik bagi partai
politik.
Dimulai
dari hitungan sederhana; berapakah target suara dan kursi yang dapat
diperoleh dari partai A, atau partai B, atau partai C!. Setelah duduk di kursi
dewan; berapa kenaikan gaji dan tunjangan yang bisa diharapkan oleh
masing-masing anggota dewan, dan berapakah santunan yang diberikan kepada
partai pendukung, dan berapakah yang bisa “ditabung”.
Sedangkan
yang tak “bernasib” untuk duduk di kursi dewan, maka stress dan bahkan bunuh
diri adalah perkara yang dianggap lumrah, akibat hitung-hitungan modal dan
“bunga” yang akan di dapat nantinya. Namun untuk yang berhasil hal ini akan
berbanding terbalik dengan “PR Matematika” yang seharunya dikerjakan oleh
anggota dewan yang harusnya menjadi jawaban bagi ujian mereka kepada para
konstituennya, yakni; berapa harga termurah untuk setiap kebutuhan pokok yang
dapat dijangkau oleh masing-masing konstituen mereka yang berlebel “rakyat
miskin”, berapakah cadangan sumber daya alam yang ada untuk seribu tahun
mendatang, berapa banyak pulaukah yang dapat dijadikan kawasan layak hunian
bagi pentransmigrasian masyarakat, berapakah batas maksimal harga air bersih,
berapa harikah dapat terlunaskan hutang-hutang Negara saat ini, berapa
banyakkah oksigen-oksigen yang hilang dari runtuhnya pepohonan dalam hutan yang
seharusnya dapat menyejukkan pernafasan, berapa lama lagikah lebel “rakyat
miskin” berganti dengan kemakmuran rakyat.
Kenyataan
telah menunjukkan, pola-pola kearifan budaya local yang didengungkan sebagai
kekayaan bangsa kian tersingkir, tereliminasi oleh pola budaya luar, hanya
dijadikan objek pariwisata yang semata bertujuan untuk meningkatkan devisa
Negara. Wisatawan Negara lain cenderung dating dan mengamati dan menyaksikan,
bahkan menelitinya, sementara bangsa kita sendiri cenderung mengikuti pola
budaya mereka, seperti orang awam bilang “dunia sudah terbalik”. Kekayaan alam
baik sumber daya alam maupun objek wisata alam digerus habis-habisan,
budaya-budaya lokal dipertontonkan untuk menyambut wisatawan, namun tak pernah
terpikir untuk melestariakannya dalam praktik ketatanegaraan.
Jika
hendak disimpulkan, apakah pancasila kini sudah tidak lagi dipakai dalam
melaksanakan fungsinya untuk memfilterisasi dan menegakkan kekokohan rumah
tangga Negara. Atau hanya cukup sekedar di pajang di kantor-kantor
pemerintahan, atau di dinding-dinding sekolahan yang akan dibersihkan jika
sudah ada jarring-jaring laba-laba sampai bersarang disitu atau sesempatnya
saja. Keterbelengguan ini akan tetap saja demikian bila tetap tidak diputuskan,
bila sikap tidak mau tau menjadi pilihan untuk satu prinsip hidup bahwa, “bila
pedang keadilan tidak lagi terasah, bila kedamaian terkesampingkan, bila
kemerdekaan tidak lagi menjadi pilihan”.
Dengan
bersikap acuh, maka sifat individualis kian menjadi dan yang sangat mencolok
yang perlu dicermati saat ini adalah terletak pada sebagian atau pada tiap-tiap
orang yang mulai mencari versi kedamaianya sendiri, kedamaian pribadi, namun
tanpa sadar telah terjajah oleh keindividualisannya itu.
Banyak
orang pintar yang ada di negeri ini, namun sedikit yang menciptakan peluang,
banyak orang yang pingin mengabdi bagi negeri ini namun masih ada berapa
banyakkah “patriot bangsa” dalam tiap bidang pengabdian yang diperankanya
dengan prinsip “patah tumbuh hilang berganti”.
2.2
Teori-teori Paham Kekuasaan
Terdapat
banyak pandangan yang terwujud dalam suatu teori dari banyak ahli mengenai
bagaiman konsep operasional dapat diwujudkan untuk memperoleh ataupun
mempertahankan kekuasaan suatu Negara. Menurut Machiavelli, kekuasaan suatu
Negara dapat saja dicapai apabila dilakukan dengan menghalalkan segala cara
untuk merebutnya. Cara utama yang harus dilakukan adalah dengan menerapkan
politik pecah belah. Kemudian pihak yang kuat tentulah yang akan tetap
bertahan. Sementara bagi Napoleon Bonaparte, kekuasaan suatu Negara dapat
dicapai apabila didukung oleh militer yang kuat, logistik, dan ekonomi yang
kuat serta didukung pula dengan penguasaan dibidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedangkan kalau menurut Clausewitz, satu-satunya cara untuk
memperoleh ataupun memperluas kekuasaan yakni dengan melakukan peperangan.
Sedangkan bagi Feurbach dan Hagel, kekuasaan suatu Negara dapat direbut
kalau didukung oleh surplus ekonomi Negara tersebut.
2.3
Teori-teori Geopolitik
Banyak
batasan dan pengertian yang diberikan pada geopolitik. Dari berbagai definisi
atau pengertian tersebut paling tidak terdapat kandungan empat unsure yang
terpadu dalam satu pengertian, yaitu:
1.
Geografi;
2.
Politik;
3.
Hubungan antara geografi dan politik;
4.
Penggunaannya bagi kepentingan Negara dan bangsa.
Ratzel
mengemukakan bahwa geopolitik merupakan kekuatan total suatu Negara untuk
mewadahi pertumbuhan kondisi dan kedudukan geografinya. Jadi secara sederhana
geopolitik td bisa didefinisikan sebagai, “ilmu yang mempelajari tentang
potensi, yang dimiliki oleh suatu bangsa atas dasar jati dirinya dan merupakan
kekuatan serta kemampuan untuk ketahanan nasional”.
Pengertian
geopilitik secara lebih nyata barulah dapat terlihat dari penerapannya, yang
ternyata mempunyai ruang lingkup yang luas sebagai lanjutan dari “geografi
politik”. Sedangkan geografi politik sendiri mengandung pengertian sebagai ilmu
yang mempelajari hubungan antara kekuatan politik serta geografi dengan
tuntutan perkembangan atau pertumbuhan Negara. Dari pengertian ini dapat
disimpulkan bahwa geopolitik adalah penerapan geografi politik ke dalam praktik
politik Negara.
Teori-teori
geopolitik terus berkembang sesuai dengan sejarah dan tingkat kemajuan manusia
dan bangsa-bangsa. Secara garis besar maka teori-teori itu dapat dirangkum dan
di kelompokkan ke dalam teori-teori dasa geopolitik yang meliputi:
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas kita dapat menyimpulkan secara umum wawasan nusantara
adalah keutuhan nusantara atau nasional, dalam pengertiannya yaitu cara
pandang secara menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan
nasional. Unsur – unsur yang terkandung dalam wawasan nusantara atau nasional
suatu negara adalah terletak pada paham kekuasaan dan geopolitiknya. Paham
kekuasaan sebagai pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasional dapat
diwujudkan dan dipertanggung jawabkan. Sedangkan untuk geopolitiknya yaitu
mengenai potensi yang dimiliki oleh suatu bangsa atas dasar jati dirinya dan
kemampuan ketahanan nasionalnya. Wawasan Nusantara
berfungsi dan mampu memberikan pedoman, arah dan tuntunan bagi perjuangan untuk
mencapai tujuan nasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Erwin,
Muhamad. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bandung: PT
Rafika Aditam
Suryana, Achmad.
2004. Kemandirian Pangan Menuju
Ketahanan Pangan Berkelanjutan. Jakarta:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar